Brand equity adalah salah satu faktor suatu brand lebih dipilih ketimbang brand lainnya. Pernah nggak sih kamu beli sepatu dengan harga lebih mahal padahal ada yang serupa lebih murah? Bukan karena produk mereka aja yang berkualitas, tapi karena brand equity-nya kuat.
Kalau kamu seorang mahasiswa marketing atau pemilik bisnis, memahami konsep brand equity itu bukan cuma teori, tapi senjata penting buat memenangkan hati konsumen. Yuk kita bahas tuntas, dari arti, elemen penting, hingga strateginya!
Pengertian Brand Equity
Brand equity adalah value yang dimiliki suatu brand di mata konsumen, dibanding produk sejenis tanpa brand atau dengan merek yang kurang dikenal. Value ini nggak selalu berbentuk angka, tapi lebih kepada persepsi, emosi, dan pengalaman yang melekat di benak pelanggan.
Misalnya, kamu beli kopi seharga 30 ribu di coffee shop ribuan cabang, padahal di tempat lain harganya cuma 10 ribu. Rasanya bisa jadi mirip. Tapi karena kamu tahu, percaya, dan nge-hype sama brand itu, kamu rela bayar lebih.
Banyak orang mengira brand equity hanya urusan logo yang keren, brand color, atau tagline yang catchy. Padahal, brand equity dibangun dari gabungan pengalaman, ekspektasi, dan asosiasi emosional konsumen terhadap produk atau jasa.
Brand dengan equity rendah biasanya dikenal tapi tidak dipercaya, atau bahkan tidak memberi kesan apa pun sehingga gampang tergantikan. Sebaliknya, brand dengan equity tinggi punya loyal customer, word-of-mouth yang kuat, dan seringkali bisa bertahan di masa krisis.
Apa Perbedaan Brand Equity dan Brand Value?
Brand equity lebih ke bagaimana konsumen merasa saat melihat atau menggunakan brand kamu. Apakah mereka merasa bangga? Nyaman? Terkoneksi secara nilai dan gaya hidup?
Sementara, brand value lebih banyak dipakai dalam dunia bisnis dan investasi. Berapa nilai jual brand kamu jika suatu saat diakuisisi? Seberapa besar kontribusi brand terhadap total kekayaan perusahaan?
Apa Saja Elemen Brand Equity?
Menurut teori David Aaker, brand equity terdiri dari beberapa elemen utama:
Brand awareness
Seberapa mudah konsumen mengingat atau mengenali brand kamu saat mereka dihadapkan pada kategori produk tertentu. Kalau orang saja belum tahu atau pernah dengar brand-mu, mereka nggak akan pernah mempertimbangkan untuk beli. Makanya, brand awareness jadi elemen pertama dalam membangun brand equity.
Awareness juga punya beberapa tingkatan, mulai dari brand recognition (seseorang tahu brand tersebut kalau dikasih petunjuk), brand recall (bisa sebut nama brand secara langsung), sampai top-of-mind (brand jadi yang pertama muncul di kepala).
Brand associations
Segala hal yang muncul di benak konsumen saat mereka melihat atau mendengar nama brand. Bisa berupa kualitas, gaya hidup, keunikan, bahkan nilai-nilai yang dibawa. Misalnya, Nike sering diasosiasikan dengan semangat atletik, keberanian, dan tagline “Just Do It”.
Asosiasi yang kuat, positif, dan konsisten bakal memperkuat posisi brand kamu dan nggak harus dibentuk dari iklan besar. Review dari konsumen atau experience saat unboxing produk juga bisa menciptakan asosiasi tertentu.
Perceived quality
Seberapa tinggi konsumen menilai kualitas produk dan jasa kamu, terlepas dari sesuai realita atau tidak. Persepsi bisa dibentuk lewat desain, harga, packaging, testimoni, hingga cara kamu berkomunikasi.
Kalau brand kamu dianggap premium, terpercaya, atau punya kualitas di atas rata-rata, konsumen lebih rela purchase lebih, dan bahkan jadi loyal market. Brand harus bisa menjaga konsistensi antara persepsi dan realita supaya nggak berpotensi terjadi backlash.
Brand loyalty
Seberapa besar konsumen terus memilih brand kamu meski ada banyak pilihan lain. Konsumen loyal biasanya nggak terlalu terpengaruh oleh promo kompetitor, lebih aktif memberikan rekomendasi, dan cenderung forgiving saat ada sedikit kesalahan.
Loyalitas ini dibentuk dari pengalaman positif yang konsisten. Bisa karena produkmu beneran bagus, bisa juga karena pelayananmu ramah dan cepat tanggap.
Brand asset
Elemen ini mencakup aset-aset legal dan strategis seperti hak paten, merek dagang (trademark), domain website, hingga kemitraan eksklusif yang melindungi keunikan dan kekuatan brand kamu.
McDonald’s yang punya maskot dan jingle yang dilindungi hukum. Semua ini berkontribusi pada equity karena memberi keuntungan eksklusif dan tidak bisa ditiru sembarangan oleh kompetitor.
Baca juga: Brand Guidelines: Definisi, Komponen, dan Cara Membuatnya
Mengapa Brand Equity Penting?
1. Membantu memenangkan persaingan pasar
Saat produkmu punya fitur yang mirip dengan kompetitor, brand equity bikin konsumen memilih kamu. Bukan hanya soal harga atau kualitas, tapi persepsi dan pengalaman yang melekat di kepala mereka.
Banyak orang tetap beli iPhone meskipun ada handphone lain dengan spesifikasi serupa dan harga lebih terjangkau. Brand equity Apple sudah terbentuk kuat, melekat dengan inovasi, prestise, dengan ekosistem yang nyaman.
2. Meningkatkan loyalitas konsumen
Brand equity yang tinggi biasanya datang dari konsistensi dalam memberikan pengalaman positif. Konsumen akan terus kembali, bahkan tanpa perlu kamu kejar-kejar. Mereka bangga jadi bagian dari brand-mu.
Konsumen loyal ini juga cenderung lebih forgiving kalau ada kesalahan kecil, dan mereka nggak gampang tergoda diskon dari kompetitor. Bahkan, mereka sering kali merekomendasikan brand kamu ke teman, keluarga, atau followers mereka dengan sukarela.
3. Meningkatkan margin keuntungan
Kalau brand kamu udah dipercaya dan dicintai, kamu bisa menjual produk atau layanan dengan harga premium tanpa harus selalu terjebak di persaingan harga. Brand equity memberikan kamu daya tawar yang lebih tinggi di mata konsumen maupun investor.
Selain itu, kamu juga bisa lebih hemat biaya pemasaran dalam jangka panjang. Karena brand kamu sudah punya pengaruh dan top of mind, biaya akuisisi pelanggan (CAC) bisa ditekan.
4. Mempermudah ekspansi produk
Brand yang sudah punya equity kuat lebih gampang dalam melakukan diversifikasi atau merilis produk baru. Konsumen sudah percaya dan tertarik duluan hanya karena melihat brand-mu yang tercantum di packaging atau promo.
Misalnya, ketika Tokopedia mulai menawarkan produk digital seperti pulsa dan BPJS. Mereka langsung coba karena percaya duluan sama Tokopedia. Brand equity mendorong terjadinya kredibilitas sehingga lebih leluasa untuk eksplorasi peluang baru.
5. Meningkatkan value brand as asset
Di laporan keuangan, brand bisa dihitung sebagai intangible asset yang nilainya bahkan lebih besar dari aset fisik seperti gedung atau stok barang. Brand sering jadi faktor utama dalam merger, akuisisi, atau investasi besar.
Contohnya, saat Facebook mengakuisisi Instagram, mereka nggak beli teknologi atau server-nya saja. Mereka membeli brand equity dan user base-nya yang kuat.
6. Meningkatkan kepercayaan publik
Brand dengan equity tinggi biasanya dianggap lebih kredibel dan profesional, baik oleh konsumen, mitra bisnis, maupun stakeholder lain. Konsumen cenderung memilih brand yang aman dan punya reputasi baik.
Dengan reputasi yang terjaga, kamu juga bisa lebih gampang membuka kemitraan strategis, mendapatkan vendor berkualitas, bahkan menjangkau pasar internasional. Brand equity menciptakan snowball effect, makin dipercaya suatu brand, makin besar kredibilitasnya.
7. Mengurangi risiko bisnis ketika krisis
Saat terjadi krisis, baik internal maupun eksternal, brand equity bisa jadi alat untuk menjaga bisnis tetap stabil. Konsumen cenderung tetap mendukung brand yang mereka sudah percayai.
Sebagai contoh, di awal pandemi, banyak brand besar tetap bertahan karena pelanggan masih loyal. Pelanggan ini tahu bahwa brand itu tetap punya kualitas dan niat baik.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Brand Equity
Kualitas produk atau jasa
Dimulai dari kualitas produk atau layanan yang benar-benar memuaskan. Konsumen zaman sekarang cepat menyebarkan pengalaman positif maupun negatif. Contohnya berupa Konsistensi rasa, kemudahan penggunaan, layanan after-sales, atau keandalan pengiriman.
Customer experience
Pengalaman yang menyenangkan akan memperkuat loyalitas dan memperbesar kemungkinan orang merekomendasikan brand kamu. Sebaliknya, satu pengalaman buruk bisa menyebar luas dan merusak brand image dalam waktu singkat. Maka penting untuk selalu mengevaluasi dan mengoptimalkan customer journey.
Social proof
Ulasan dari pengguna lain, testimoni, rating di marketplace, dan word-of-mouth punya pengaruh besar terhadap persepsi calon customer. Reputasi yang baik bisa jadi bukti sosial yang memperkuat trust dan mempercepat proses pembelian.
Aktivitas marketing dan branding
Strategi komunikasi yang konsisten dan kreatif akan memperkuat brand image di benak konsumen. Mulai dari tone of voice, visual identity, hingga campaign storytelling, semua harus sinkron dengan brand identity.
Pricing dan positioning
Kalau kamu memposisikan brand sebagai premium, harga yang tinggi justru bisa memperkuat persepsi eksklusivitas. Harga yang terlalu rendah bisa menurunkan value brand jika tidak diiringi dengan strategi yang jelas.
Baca lagi: Corporate Branding: Jenis, Contoh, dan Cara Ampuhnya
Strategi untuk Meningkatkan Brand Equity
.webp)
1. Bangun konsistensi visual dan verbal
Elemen visual seperti logo, palet warna, font, hingga tone foto dan video harus dipakai secara seragam di semua channel, baik itu Instagram, kemasan produk, website, sampai e-mail marketing.
Brand voice atau gaya bahasa dan cara kamu menyampaikan pesan harus konsisten. Misalnya, kalau brand kamu punya karakter ramah dan lucu, pastikan itu terasa dari caption sampai ke cara CS kamu membalas chat.
2. Tingkatkan customer experience
Setiap titik interaksi antara pelanggan dan brand kamu adalah peluang untuk menciptakan kesan yang membekas. Mulai dari browsing produk di website, unboxing kemasan, sampai interaksi dengan customer service.
Rancang customer journey yang penuh empati. Berikan kemudahan dalam proses checkout, tambahkan kartu ucapan kecil saat pengiriman, atau punya CS yang sigap dan empatik.
3. Bangun brand story yang otentik
Brand yang sukses bukan cuma jualan barang, tapi juga cerita. Orang lebih mudah terhubung secara emosional dengan brand yang punya narasi kuat. Gojek punya cerita “anak bangsa”. Eiger yang selalu membawa semangat petualangan.
Ceritamu harus jujur dan dekat dengan nilai-nilai audiensmu. Narasi yang tepat bisa kamu bawa ke konten media sosial, kemasan produk, hingga halaman “About Us” di website.
4. Tingkatkan kualitas dan inovasi produk
Jangan puas dengan kualitas produk dan jasa sekarang. Dengarkan feedback pelanggan, perbaiki yang kurang, dan terus berinovasi. Bahkan jika brand kamu sudah punya fanbase, stagnasi bisa bikin pelanggan beralih ke kompetitor.
Inovasi bisa berupa varian baru, kemasan lebih ramah lingkungan, atau layanan ekstra seperti bundling atau pre-order. Ketika brand kamu terus berkembang, pelanggan akan percaya bahwa mereka tumbuh bersama kamu.
Baca juga: 3 Learning Strategy Brand Samsung
Contoh Brand yang Berhasil Menerapkan Brand Equity
Apple
Bukan cuma jual produk teknologi, tapi juga gaya hidup. Kombinasi desain minimalis, user experience, dan story telling bikin loyalist Apple nggak mikir dua kali untuk beli iPhone atau produk terbaru besutan Apple lainnya.
Indomie
Di Indonesia, bahkan dunia, Indomie punya asosiasi kuat dengan rasa nostalgia, enak, dan murah. Inovasi rasa dan digital campaign mereka selalu inovatif di seluruh generasi.
Gojek
Awalnya cuma layanan ojek online, sekarang jadi super app dengan banyak service yang sesuai dengan behavior dan kebutuhan masyarakat. Brand equity mereka kuat karena konsisten memposisikan diri sebagai solusi harian yang dekat dengan masyarakat.
Kesimpulan
Brand equity adalah fondasi dari bisnis yang ingin berkembang jangka panjang. Brand yang kuat bukan cuma dikenal, tapi juga dipercaya, disukai, dan dibela oleh pelanggannya. Prosesnya berkelanjutan, mulai dari membangun awareness, memperkuat persepsi kualitas, hingga menciptakan loyalitas.
Brand akan terus menjadi persepsi yang terbentuk dari setiap interaksi yang kamu ciptakan.