Berpikir kritis adalah skill yang bisa bikin kamu menonjol di dunia karier 2025. Pernah nggak sih kamu baca berita, terus merasa ada yang "nggak nyambung" atau terlalu dibesar-besarkan? Atau waktu kerja kelompok, kamu jadi satu-satunya yang mempertanyakan apakah solusi yang diajukan benar-benar efektif?
Di artikel ini, kita bakal bahas pengertian berpikir kritis secara umum dan menurut para ahli, aspek-aspek penting yang menyusunnya, karakteristik orang yang berpikir kritis, serta manfaatnya di dunia kerja dan kehidupan sehari-hari.
Pengertian Berpikir Kritis Secara Umum
Critical thinking adalah seni untuk menganalisis dan mengevaluasi pemikiran dengan gagasan untuk memperbaikinya.
Sederhananya, berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir secara logis, objektif, dan mendalam dalam menganalisis informasi atau memecahkan masalah. Bukan cuma asal menilai atau ikut-ikutan, tapi kamu harus benar-benar mempertimbangkan fakta, konteks, dan kemungkinan lain sebelum mengambil keputusan.
Berpikir kritis bukan soal jadi tukang debat atau skeptis terhadap segala hal. Justru, orang yang berpikir kritis mampu menilai suatu pernyataan tanpa langsung percaya atau menolak, tapi lewat pertimbangan yang masuk akal dan relevan.
Pengertian Berpikir Kritis Menurut Ahli
Berpikir kritis bukan sekadar bakat alami, melainkan keterampilan yang bisa dan harus dikembangkan. Biar makin paham dengan asal-usulnya, simak juga definisi berpikir kritis menurut para ahli, yaitu:
- Robert Ennis: Berpikir kritis adalah proses berpikir yang masuk akal dan reflektif, yang difokuskan untuk memutuskan apa yang harus dipercaya atau dilakukan.
- Richard Paul dan Linda Elder: Menyebut berpikir kritis adalah sebagai seni menganalisis dan mengevaluasi pemikiran dengan tujuan meningkatkan kualitasnya.
- Edward Glaser: Berpikir kritis mencakup tiga hal, yaitu sikap berpikiran secara terbuka, pengetahuan tentang metode penalaran logis, dan keterampilan menerapkannya secara efektif dalam membuat keputusan.
Aspek-Aspek Berpikir Kritis

Ada beberapa elemen utama yang membuat proses berpikir kita tergolong "kritis", bukan sekadar reaktif atau impulsif:
1. Analisis
Analisis adalah kemampuan untuk membedah suatu informasi atau masalah menjadi bagian-bagian kecil agar lebih mudah dipahami. Ketika kamu menerima informasi, kamu nggak cuma menerimanya mentah-mentah, tapi mengevaluasi bagian-bagian penting di dalamnya.
Contoh sederhana saat kamu membaca artikel di media sosial soal diet tertentu, coba perhatikan dulu apakah penulisnya ahli gizi? Apakah datanya dari jurnal kredibel atau sekadar opini pribadi? Tujuannya supaya kamu nggak mudah percaya sama info yang misleading.
2. Interpretasi
Merupakan kemampuan menafsirkan informasi sesuai konteks. Artinya, kamu bisa memahami maksud, makna tersirat, dan relevansi suatu data atau pernyataan. Kamu ikut memahami latar belakang, nilai-nilai budaya, atau sudut pandang yang membentuk suatu argumen.
Misalnya, kalau kamu kerja dengan sekumpulan tim lintas negara, kata “priority” di email rekan kamu dari Eropa bisa berarti hal yang benar-benar mendesak.
Tapi dari sisi kamu, mungkin artinya masih bisa diprioritaskan setelah task yang sedang dikerjakan benar-benar selesai. Kemampuan interpretasi akan membantumu menghindari miskomunikasi seperti ini.
3. Evaluasi
Aspek ini berarti kamu mampu menilai seberapa kuat argumen atau bukti yang diberikan. Kamu bisa mengidentifikasi apakah sesuatu itu logis, masuk akal, punya dasar data yang kredibel, atau justru mengandung bias. Ini penting untuk menapis informasi palsu atau opini yang menyesatkan.
Dalam diskusi kerja, kalau rekanmu menyarankan solusi A karena “semua startup sukses pakai cara itu”, kamu bisa melakukan evaluasi: Apakah itu benar didukung oleh data? Atau cuma generalisasi karena startup tersebut sedang viral dibahas? Evaluasi membuat kamu lebih cermat untuk menggali data dan kebenaran di lapangan.
4. Inferensi
Kemampuan ntuk menarik kesimpulan dari data atau informasi yang tersedia, bahkan ketika datanya belum lengkap 100%. Kesimpulannya harus tetap logis dan bisa dipertanggungjawabkan, bukan sekadar asumsi tanpa dasar.
Contohnya jika kamu melihat fenomena pelanggan berhenti langganan suatu layanan setelah harga naik. Kamu bisa menginferensikan bahwa ada korelasi antara harga dan loyalitas, walau kamu belum tahu semua alasannya. Inilah aspek penting yang harus dipraktikkan saat kamu harus ambil keputusan cepat dengan data terbatas.
5. Penjelasan (Eksplanasi)
Kemampuan menjelaskan ide atau argumen secara runtut dan jelas. Bukan sekadar menyampaikan pendapat, tapi juga menunjukkan alasan kamu berpikir seperti itu, dasar logikanya, dan serta langkah-langkah konkret agar bisa sampai pada kesimpulan tersebut.
Aspek ini berguna saat kamu pitching ide, presentasi proyek, atau menjawab pertanyaan dari stakeholder. Seseorang yang bisa menjelaskan argumennya dengan baik akan lebih dipercaya dan dianggap kredibel. Apalagi kalau kamu bisa menjelaskan ke orang yang awam sekalipun.
6. Refleksi Diri (Self regulation)
Melalui refleksi diri berarti kamu sadar bahwa cara berpikirmu bisa salah, dan kamu terbuka untuk mengoreksi diri sendiri. Kamu mengakui kemungkinan adanya bias, asumsi pribadi, atau kesalahan logika dalam pikiranmu.
Orang dengan refleksi tinggi nggak mudah terjebak pada ego. Mereka berani mengubah pendapat saat ada informasi baru. Dalam kerja tim, ini bikin kamu jadi orang yang fleksibel, dewasa, dan dihargai karena kamu lebih fokus pada kebenaran, bukan pembenaran atas pendirian pribadi.
Baca juga: 12+ Karakteristik Critical Thinking, Apa Saja?
Karakteristik Orang yang Berpikir Kritis
Berikut beberapa ciri khas orang yang terbiasa berpikir kritis:
1. Skeptis bukan sinis
Orang yang berpikir kritis cenderung tidak langsung percaya pada informasi yang mereka terima. Tapi hati-hati, ini bukan berarti mereka sinis atau negatif.
Mereka punya kebiasaan untuk memeriksa, membandingkan, dan mengecek ulang informasi sebelum menerimanya sebagai kebenaran. Mereka mempertanyakan dengan cara yang sopan dan konstruktif.
2. Terbuka pada perspektif lain
Salah satu ciri paling kuat dari pemikir kritis adalah kemampuan menerima sudut pandang orang lain tanpa bersikap defensif. Mereka paham bahwa setiap orang punya konteks dan pengalaman berbeda yang bisa memperkaya cara pandang terhadap masalah.
Mereka juga tidak merasa pendapatnya harus selalu benar. Sebaliknya, mereka menikmati diskusi terbuka dan bisa mengubah opini ketika argumen lawan ternyata lebih masuk akal.
3. Tertib dalam berpikir
Pemikir kritis cenderung menyusun pemikirannya lewat alur yang jelas. Saat menghadapi masalah, mereka bisa mengurai kompleksitas jadi langkah-langkah yang bisa di-follow up.
Mereka mampu menyusun logika, menimbang informasi, dan menyusun argumen tanpa terburu-buru atau melompat kesimpulan.
Struktur berpikir seperti ini juga mencerminkan kedisiplinan intelektual. Mereka mampu membedakan antara hal yang penting dan tidak, sehingga tidak mudah terdistraksi oleh noise atau emosi sesaat.
4. Rasional dan objektif
Mereka tahu kapan harus pakai hati, dan kapan harus pakai logika. Dalam mengambil keputusan, mereka lebih fokus pada data, bukti, dan argumen daripada sekadar perasaan pribadi.
Selain itu, sifat ini juga mendorong mereka memilah opini dan fakta, dua hal yang sering kali tercampur di media sosial atau lingkungan kerja. Objektivitas ini bikin mereka dipercaya memegang tanggung jawab besar.
5. Berani mengubah pendapat
Ini ciri yang paling sulit dimiliki, tapi paling penting untuk dikuasai. Orang yang berpikir kritis tidak gengsi mengakui kesalahan atau memperbarui pandangan mereka jika ada data atau argumen baru yang lebih kuat.
Ketimbang merasa kalah, mereka justru merasa menang karena berhasil berkembang. Inilah yang disebut dengan intelektualitas rendah hati. Dalam tim, orang seperti ini bisa jadi jembatan yang menenangkan konflik karena mereka dinilai fleksibel dan tidak memaksakan ego.
Baca juga: 7 Daftar Film yang Bisa Melatih Kemampuan Berpikir Kritis
Manfaat Berpikir Kritis dalam Hidup dan Dunia Kerja

1. Membantu mengambil keputusan yang lebih baik
Berpikir kritis membuat kamu tidak mudah terjebak dalam keputusan impulsif atau berdasarkan emosi sesaat. Dengan menimbang semua informasi, menilai kemungkinan, dan memprediksi konsekuensi dari tiap pilihan, kamu bisa mengambil keputusan yang lebih matang dan rasional.
Dalam dunia kerja, kemampuan mendukung kamu jadi lebih percaya diri dalam memilih jalur karier, menyelesaikan konflik, atau bahkan memilih strategi dalam menyelesaikan tanggung jawab. Semua didasarkan pada analisa, bukan insting tanpa ada fakta.
2. Meningkatkan kemampuan problem solving
Berpikir kritis erat kaitannya dengan kemampuan menyelesaikan masalah secara efektif. Kamu mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang, menemukan akar penyebabnya, dan merancang solusi yang logis dan realistis.
Ketika tim lain panik atau stuck di kondisi tertentu, orang yang berpikir kritis justru mampu menganalisis solusi karena mampu memecah persoalan menjadi bagian yang bisa ditangani satu per satu.
3. Melatih nalar dan logika
Saat kamu terbiasa mengolah informasi, menimbang bukti, dan menyusun argumen yang beralasan, kamu juga melatih otak untuk bekerja secara sistematis.
Pola pikir ini membantu mengenali hubungan sebab-akibat, membedakan opini dari fakta, dan menghindari kesalahan berpikir seperti generalisasi atau asumsi yang tidak berdasar.
Dalam konteks profesional, logika yang kuat sangat penting saat membaca data, menyusun strategi, atau mengevaluasi kebijakan. Seiring waktu, kamu akan semakin terbiasa menilai sesuatu dengan tenang, terstruktur, dan penuh pertimbangan.
4. Meminimalisir bias dan kesalahan penilaian
Berpikir kritis membiasakanmu untuk mengenali adanya bias kognitif, baik dari luar maupun dari dalam diri sendiri.
Dengan menyadari adanya potensi bias, kamu bisa mengevaluasi ulang sudut pandangmu secara lebih netral dan objektif. Apalagi kalau dihadapkan pada pengambilan keputusan berbasis data maupun saat bekerja dalam tim yang majemuk secara budaya dan latar belakang.
5. Meningkatkan kemampuan belajar mandiri
Berpikir kritis membuat kamu tidak sekadar menyerap materi, tapi juga mempertanyakan, menghubungkan, dan mengembangkan pemahaman secara aktif. Tujuannya mempercepat proses belajar dan membuat pengetahuanmu lebih mendalam serta tahan lama.
Lewat berpikir kritis, kamu bisa menerapkannya ketika mempelajari berbagai konteks. Dalam pelatihan, webinar, atau kursus online, orang yang berpikir kritis akan jauh lebih optimal dalam menyerap ilmu dibanding yang hanya pasif mendengarkan.
Kesimpulan
Berpikir kritis adalah kunci utama untuk menjadi manusia yang mandiri, rasional, dan kompeten di dunia yang semakin kompleks. Apalagi, kalau kamu adalah seorang talenta siap kerja. Kamu bisa melatihnya dari hal-hal kecil, seperti membaca berita, menyusun argumen, atau menyelesaikan konflik sehari-hari.
Berpikir kritis bukan sekadar teori, namun keterampilan yang harus dipraktikkan terus-menerus. Salah satu cara paling efektif untuk mengasahnya adalah melalui program pelatihan dan sertifikasi profesi yang mengutamakan praktik dan problem solving.
Daftar sekarang di Certihub by Belajarlagi untuk mengikuti pelatihan berstandar nasional maupun internasional. Pilihan bidangnya beragam, mulai dari digital marketing, UI/UX, manajemen SDM, hingga business analyst. Yuk, segera ambil langkah nyata lewat sertifikasi profesi dan konsultasikan kebutuhanmu sekarang juga!