Pentingkah Investasi Skill Buat Karyawan Baru?

Saking powerful nya program training yang berhasil, omset perusahaan bisa naik sampai 20 kali lipat karena karyawan baru maupun tim bekerja lebih senang, sehat, dan produktif. ‍

Daftar Isi

[tampilkan]
[sembunyikan]

Mengapa berinvestasi ke karyawan menjadi sesuatu yang penting?

Transformasi digital banyak menghadirkan tools yang membantu manusia bekerja lebih cepat dan efisien. Perdebatan mengenai apakah mesin akan mengambil alih pekerjaan manusia sedang hangat diperbincangkan oleh warganet di jagat maya. Investasi ke teknologi penting, tapi investasi skill berupa training buat karyawan baru itu juga sama pentingnya, loh.

Dalam kurun waktu 2021-2024, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi berfokus menyiapkan kesiapan semua lini untuk berkolaborasi dalam era digital ini. Untuk itu dibutuhkan kolaborasi multi sektor untuk meningkatkan literasi digital dan skill di Indonesia. Mengembangkan skill individu maupun tim bisa dilakukan dengan cara training baik yang dirancang oleh instansi atau perusahaan sendiri atau bekerja sama dengan pihak ketiga. Saking powerful nya program training yang berhasil, omset perusahaan bisa naik sampai 20 kali lipat karena karyawan baru maupun tim bekerja lebih senang, sehat, dan produktif. 

Tapi, tidak semua program program training berhasil dan balik modal. Hanya 12 persen karyawan yang mengaplikasikan kemampuan barunya setelah mengikuti training. Lho kok hasilnya timpang banget? Bagian Talent Acquisition, Human Resource Development bisa merapat ke sini. 

Growth and development masih jadi goals  untuk jangka panjang para karyawan

Para kandidat pencari kerja semakin melek informasi ketika akan melamar kerja. Mereka penuh pertimbangan, termasuk apa saja yang akan mereka dapatkan jika jadi karyawan di perusahaan X? Selain enak gajinya, enak lingkungannya, enak rekan kerjanya, apa lagi yang mereka cari?

Ternyata, para kandidat ini juga mencari Employee Value Proposition (EVP) atau semacam daftar manfaat yang ditawarkan perusahaan atas kinerja mereka. EVP ini juga memainkan peran penting untuk menarik dan mempertahankan karyawan untuk jangka waktu tertentu dan bermanfaat bagi keberhasilan sebuah bisnis

employee value proposition, yang dicari karyawan dan jadi daya tawar perusahaan.

Salah satu EVP yang dicari oleh kandidat pekerja agar betah di sebuah perusahaan adalah kesempatan untuk belajar dan berkembang. Sebanyak 94 persen responden dari  survey Harvard Business Review menyatakan senang jika ada perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan pengembangan skill alias mereka juga butuh untuk ditraining. 

Tren kerja hybrid pasca pandemi semakin mempercepat tren digital yang sudah berlangsung dalam cara menjalankan bisnis. Tim semakin banyak berinteraksi dan mempelajari hal-hal baru dengan rekan kerja lintas divisi. Meningkatnya kebutuhan kolaborasi, kecepatan dan fleksibilitas menuntut karyawan untuk memiliki skill tambahan.

Menata ulang training untuk karyawan

Training buat karyawan baru membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Di Indonesia, anggaran training perusahaan hanya berkisar sebesar 8 persen dari GDP. Melansir dari training industry, perusahaan di seluruh dunia mengeluarkan uang sebesar 192,4 miliar dollar pada 2020 untuk menyelenggarakan program training. Angka tersebut turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 200 miliar dollar karena efek dari pandemi. Namun, pada 2023 ini angkanya mungkin bisa lebih besar lagi. Dengan angka yang begitu fantastis, hampir separuh (49 persen) dari CEO di dunia terkendala untuk memastikan Return of Investment (ROI) yang meliputi produktivitas, penghematan biaya untuk perekrutan dan pelatihan, kualitas, retensi, dan kecepatan promosi jabatan. 

Mengapa hal tersebut bisa terjadi? mayoritas perusahaan atau instansi tidak bermula dari apa yang dibutuhkan oleh karyawan baru untuk meningkatkan skill mereka, melainkan penggunaan kurikulum sama yang dilakukan secara berulang-ulang. Padahal, perusahaan atau kantor merekrut manusia, bukan robot. Jika perusahaan atau instansi dapat melihat peluang potensi dan mengakomodasi kebutuhan karyawannya dengan menyediakan tujuan training yang jelas, waktu dan isi training yang tepat, output dari training tidak hanya menjadi solusi permasalahan saat ini, melainkan juga untuk mengantisipasi masalah baru yang berpotensi muncul di kemudian hari. 

Kalaupun setelah training beberapa karyawan pindah kerja, Henry Ford pernah berkata “the only thing worse than training your employees and having them leave is not training them and having them stay.” Melatih tim dan akhirnya mereka pergi itu masih lebih baik dari pada tidak sempat kita latih sama sekali. 

Training buat karyawan baru ini penting banget untuk menunjukkan nilai tambah sebuah perusahaan. Sebanyak 25 persen responden dari survey McKinsey percaya bahwa training yang terukur bisa meningkatkan kinerja mereka.  Apakah Anda masih bertanya-tanya, bagaimana cara mengukur keberhasilan sebuah training?  Mari kita berkenalan dengan Kirkpatrick Evaluation Model.

Memahami empat level Kirkpatrick Evaluation Model

Ketika training dilakukan pasti muncul pertanyaan, apakah orang-orang tersebut mempraktikkan hasil belajar mereka, apakah berdampak positif terhadap peran mereka secara individu maupun organisasi? Atau hal yang paling ekstrim adalah datang-kerjakan-lalu lupakan.

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan training pada tim atau karyawan baru adalah dengan menggunakan Kirkpatrick Evaluation Models atau yang bisa disebut Empat Level Evaluasi Training. Kirkpatrick Model ini dapat membantu Anda untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Metode evaluasi yang efektif ini dikenalkan oleh Donald Kirkpatrick, seorang pelopor evaluasi program pelatihan perusahaan asal Amerika ini telah digunakan hampir di seluruh dunia sejak metode ini muncul pada 1959. 

Pada mulanya, mantan profesor di University of Wisconsin ini terilhami dari psikologi industri dan organisasi yang telah dikembangkan oleh Dr. Raymond Katzell yang diaplikasikan untuk pengawasan program training.

Metode tersebut mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan dunia kerja, dan pekerjanya,  dan lebih menekankan pada aspek pentingnya membuat pelatihan yang relevan bagi karyawan. 

Pada dasarnya, keempat level model evaluasi memberi kita wawasan mengenai beberapa hal penting:

  • Bagaimana individu bereaksi terhadap program-program training?
  • apa yang mereka pelajari dari training?
  • Bagaimana perilaku peserta berubah di tempat kerja pasca mengikuti training?
  • Apa hasil yang signifikan untuk organisasi?

Proses evaluasi tersebut adalah reaksi (reaction), pembelajaran (learning), perilaku (behavior), dan hasil (result). 

Kirkpatrick Evaluation Model

Cara mengukur training karyawan baru pakai Kirkpatrick Evaluation Model

Tim Belajarlagi telah merangkum empat level Kirkpatrick Model untuk Anda dari berbagai sumber

1. Reaction

“Training ini bisa menambah value, menarik, dan berguna buat para trainee gak ya?” 

Ketika Anda mulai mempertanyakan hal tersebut, coba perhatikan lingkungan sekitar dan amati bagaimana mereka saling terhubung, berinteraksi, berkontribusi,. Menjadi peka terhadap sekitar membantu Anda untuk memahami seberapa paham para karyawan baru ini menerima materi. Fokus utama pada tahap reaksi ini adalah sejauh mana peserta menemukan training yang menguntungkan, menarik, dan relevan dengan pekerjaan mereka.

Dengan membuat catatan-catatan kecil hasil pengamatan, Anda bisa memiliki gambaran umum untuk memungkinkan optimalisasi pada program training mendatang. 

Selain menggunakan pengamatan, data tersebut perlu diperkuat dengan tanggapan langsung dari peserta. Anda dapat menanyakan beberapa pertanyaan singkat dalam bentuk kuisioner atau wawancara singkat yang mencakup pertanyaan mengenai materi, waktu training, relevansi materi yang dipelajari, hingga gaya pengajaran dan pengetahuan fasilitator. Misalnya

  1. Apakah training tersebut sepadan dengan waktu yang telah dihabiskan?
  2. Apa tanggapan kamu tentang training hari ini?
  3. Apa kelebihan dan kekurangan dari training ini?
  4. Apakah kamu menyukai tempat dan gaya presentasinya?
  5. Apakah training tersebut mengakomodasi gaya belajar dan kepribadian kamu?
  6. Menurut kamu, apakah kegiatan trainingnya menarik?
  7. Kami ingin tahu, coba sebutkan 3 hal penting yang kamu pelajari dari training in?
  8. Kalau sudah mendapatkan poin penting dari training ini, apa rencana kamu agar poin-poin penting tersebut bisa aplikatif untuk menunjang pekerjaan kamu?
  9. Beri tahu kami, ya, dukungan apa yang mungkin kamu perlukan untuk menerapkan yang sudah kamu pelajari?

Survey tersebut bisa menggunakan skala angka untuk mengkuantifikasi reaksi orang secara lebih terukur, selain itu Anda juga bisa melihat bahasa tubuh yang dilakukan oleh peserta training selama sesi berlangsung. 

Saat meminta karyawan baru untuk upgrade skill, tawarkan dukungan yang mereka perlukan untuk melakukannya. Hal ini bisa menjadi salah satu cara untuk membangun ekosistem kerja yang baik, loh. 

2. Learning

Level pembelajaran (learning) ini menunjukkan bagaimana proses training bisa menambah pengetahuan, mengembangkan keterampilan, sikap, pengetahuan, kepercayaan diri, dan komitmen mereka untuk melakukan perubahan berdasar partisipasi mereka dalam pelatihan.

Pada level 2 ini Anda bisa berfokus untuk mengukur informasi yang telah dan belum dipelajari. Untuk memastikan tingkat ilmu di antara para peserta, format penilaian bisa dibuat formal dengan menggunakan angka agar proses penilaian berjalan lebih mudah. Kendati demikian, tak perlu menjadikan skor renda hasil training jadi bahan sanksi bagi peserta. Sebelum sampai pada penilaian, Anda perlu memiliki tujuan pembelajaran yang jelas sehingga dapat dijadikan sebagai acuan penilaian kesuksesan training. 

Anda juga bisa menganalisis pemahaman dan perkembangan trainee dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah training. 

3. Behavior

Training tanpa praktik ibarat sayuran tanpa garam. Alias kurang lengkap. Level perilaku (behavioral) ini bertujuan untuk mengukur perubahan setelah mengikuti training dan menunjukkan apakah peserta menerapkan apa yang mereka pelajari selama training ke pekerjaan mereka, atau materi training hanya sekadar angin lalu. Eits, Anda tak perlu salah sangka dulu. 

Keberhasilan praktik atau penerapan hasil training ini bergantung pada kondisi tempat kerja yang suportif. Tanpa budaya dan ekosistem kerja yang suportif, hasil training dan perubahan perilaku menjadi tidak terlalu signifikan bagi para peserta maupun tempat kerja. 

Jika hal tersebut terjadi. karyawan baru Anda bisa merasa tak percaya diri selama menerapkan pengetahuan baru atau hanya melihat sedikit peluang untuk melakukan perubahan. Anda bisa memastikan untuk mengembangkan proses yang mendorong, memperkuat, dan menghargai perubahan positif dalam perilaku mereka. Jika karyawan baru menggunakan keterampilan hasil training secara efektif, Anda bisa memberikan apresiasi pada mereka. 

Dilansir dari valamis, jangka waktu yang paling efektif untuk menerapkan hasil training hingga tahap behavioral ini membutuhkan waktu sekitar 3-6 bulan setelah training berlangsung. Pengamatan dan evaluasi secara bertahap akan memberikan data yang lebih lengkap dan menyeluruh. 

4. Result

Terakhir, level keempat dari Kirkpatrick Evaluation Model adalah menganalisis data dari tiga tahapan sebelumnya. Level ini menganalisis mengenai korelasi antara metode pelatihan, alat operasional selama proses training, dan hasil kinerja secara keseluruhan. 

Pada level empat ini, evaluasi berfokus pada apakah ada peningkatan hasil setelah training?

Hasil training berbeda-beda pada tiap lembaga atau instansi, namun masih bisa dilacak melalui Key Performance Indicators (KPI). Beberapa contoh KPI yang umum dijumpai adalah peningkatan penjualan, penurunan komplain, atau angka investasi yang lebih tinggi. 

Evaluasi pada tahap keempat ini biasanya berjangka panjang. Anda bisa melakukan evaluasi secara berkala untuk mengidentifikasi hasil, manfaat, maupun hasil akhir yang paling berkaitan erat dengan training yang telah dilakukan. 

Beberapa perusahaan atau lembaga yang memutuskan untuk melakukan training untuk karyawan barunya sering menggunakan Kirkpatrick Evaluation Model secara terbalik, yaitu menetapkan hasil yang ingin diraih, kemudian baru merancang training yang dibutuhkan. Hal ini dapat membuat proses perencanaan training jadi lebih efektif. 

Melampaui Kirkpatrick Model

Setelah training berlalu, ada baiknya jika Anda memahami keterampilan baru apa yang yan telah mereka pelajari dan bagaimana perilaku mereka berubah di tempat kerja. Hal ini adalah upaya yang baik untuk mengetahui keefektifan sebuah training. 

Namun, dari hasil training yang efektif, Anda bisa mengembangkan strategi untuk masa mendatang yang lebih baik bagi perusahaan. Berikut lima metode yang dapat Anda gunakan untuk menjadikan hasil training lebih berdampak

Menjalankan program training yang lebih berdampak

1. Reverse engineering

Reverse engineering atau rekayasa mundur adalah proses untuk membongkar alasan utama mengadakan training. Pengadaan training bukan hanya sekadar tentang “memang sudah saatnya” atau “anggarannya masih ada nih, bikin training aja lah untuk menghabiskan anggaran” melainkan lebih mengarah pada apa yang sedang dibutuhkan bisnis agar tidak mandek.

Hal ini efektif menempatkan evaluasi Kirkpatrick yang berada di level empat menjadi prioritas utama dengan menomorsatukan kinerja organisasi.  

2. Pelibatan seluruh pemangku kepentingan

Program training hendaknya dirancang dengan mempertimbangkan masukan dari para peserta yang akan melakukan training dan orang-orang yang mengharapkan hasil dari training tersebut (baik senior, manajer) yang terkait. Jika Anda melakukan proses perencanaan yang matang dan tepat, serta melibatkan semua pemangku kepentingan, kemungkinan besar program training yang Anda rancang bisa menjawab kebutuhan perusahaan dan menutup gap keterampilan di dalam lingkungan kerja. Selain itu, omset perusahaan bisa meningkat berkali-kali lipat. 

3. Menghubungkan training dengan KPI bisnis

Menghubungkan training dengan KPI bisnis merupakan hal yang penting dan relevan. Mengaitkan training dengan praktik di dalam bisnis dengan target dan tujuan yang jelas akan lebih mudah diukur dan dilakukan pemetaan strateginya. 

4. Metrik terukur yang terus berkembang

Tentukan indikator yang menunjukkan bahwa training Anda berhasil dengan nilai yang transparan yang meliputi kepuasan peserta training, keterlibatan, presentasi dan proposal yang diajukan.

5 Pentingnya behavioral science to drive behavioral change

Biaya yang dikeluarkan untuk sebuah training pasti tidak sedikit. Program training yang baik adalah pendorong perubahan atau menjadi wujud investasi dalam jangka waktu yang panjang bagi perilaku karyawan yang dapat mengarah pada hasil; yang lebih baik untuk bisnis. Kita perlu merancang pembelajaran training yang berkesan dan lebih berdampak. 

Bersama Belajarlagi memenangkan persaingan di Era Digital

Semua lini kehidupan mengalami transformasi digital. Memiliki dan menguasai keahlian digital akan mempermudah jalannya bisnis Anda. Anda bisa mengikuti corporate training dari Belajarlagi dan memilih materi kelas sesuai dengan kebutuhan Anda. Dengan metode pendekatan training yang tepat, Tim Belajarlagi akan membantu Anda untuk menentukan goals program yang akan dilaksanakan. Selain itu, kami juga akan melaporkan KPI yang akan diukur dalam program training tersebut. 

Punya kebutuhan jenis atau program training yang lain? Let's discuss!

Thank you! Your submission has been received!
Oops! Something went wrong while submitting the form.

Related Blog

Jadilah yang pertama tahu

Langganan Newsletter Kami

Thank you! Your submission has been received!
Oops! Something went wrong while submitting the form.